Apakah aku ada atau tiada?

Suatu waktu saya mendapat kunjungan dari salah satu teman. Teman saya ini bercerita bahwa seringkali sebagai ibu yang memilih full time mom dia merasa galau dengan dirinya sendiri. Betapa seringnya dia merasa tidak berguna dan bermanfaat karena yang dikerjakannya hanya dirumah, bebersih rumah, memasak, mengurus anak dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah. Yang bahkan untuk hal-hal yang terlihat sepele itu sangat menyita waktu dan energi, namun tak kunjung selesai dan menghasilkan sesuatu yang bisa dibanggakan. Dan tak ada satupun yang memberikan penghargaan, atau sekedar tepuk tangan dan decak kagum, atau bahkan sekedar ucapan terimakasih. Eitss...bukan berarti teman saya ini gila penghargaan ya, wajar kan kalau kita juga ingin dihargai atas apa yang telah kita lakukan, ya...setidaknya kita jadi tahu bahwa apa yang kita lakukan ini bermanfaat dan berguna untuk orang lain.



Menurut Abraham Maslow, penghargaan adalah salah satu kebutuhan manusia. Jadi apa yang teman saya alami ini adalah hal yang sangat wajar. Well...itu juga sebenarnya saya alami. Betapa setiap hari saya bertanya pada diri sendiri, apa yang telah aku perbuat seharian ini?

Sepertinya pagi tadi rumah sudah kubersihkan, tapi mainan anak-anak, remahan makanan masih berserakan dimana-mana. Lantai juga rasa-rasa “klunyut" dan lengket .

Sepertinya pagi tadi sudah memasak sepenuh rasa dan cinta, tapi anak-anak makannya juga tidak selahap yang saya harapkan.

Sepertinya waktuku seharian dirumah, tapi bahkan untuk membaca buku satu halaman saja kok ya gak sempat, baru mau buka buku, si kecil sudah minta perhatian.

Oh yeaa..betapa sering perasaan tak berharga itu muncul, menghadirkan rasa betapa apa yang saya lakukan selama ini tidak ada gunanya. Sebagai individu, sangat wajar kalau kita semua butuh pengakuan, bahwa diri ini ada, berguna, dan bermanfaat. Bukan karena tidak ikhlas, tapi ya karena kebutuhan bahwa keberadaan kita diakui, setidaknya kita bermanfaat. Dan seringkali pengakuan akan keberadaan kita bisa diketahui saat ada yang memuji atau memberi apresiasi.

Tapi ya...tidak semua orang mampu memberikan apresiasi dengan cara yang baik. Dan terkadang cara kita ingin diapresiasi berbeda dengan cara orang lain mengapresiasi. Misalnya, suami dan anak mengapresiasi masakan ibu dengan makan dengan lahap, sedangkan ibu inginnya diapresiasi dengan kata-kata pujian dan sanjungan. Dan disinilah komunikasi dibutuhkan. Namun meskipun sudah dikomunikasikan tak jarang hal yang sama berulang, karena memang si suami tidak terbiasa romantis memberikan kata-kata pujian.

Lalu gimana dong??

Untuk diri sendiri
Pertama, apresiasilah diri sendiri, tidak usah menggantungkan kepada orang lain meskipun itu suami maupun anak-anak. Tidak setiap orang memiliki cara yang sama dalam memberikan apresiasi. Bukankah anak dan suami makan dengan lahap adalah sebuah penghargaan terhadap masakan ibu? Meskipun mereka tidak mengatakan “hmmm… Enak”.  Jadi senangkanlah diri sendiri dengan selalu berpikir positif.

Kedua, pastikan selalu melakukan yang terbaik. Hal ini untuk menjawab pertanyaan, “apa saja yang sudah kulakukan seharian ini? Dengan memastikan melakukan yang terbaik, pertanyaan itu akan terjawab dengan mudah.
“Oh… Hari ini aku sudah menemani anak-anak bermain, fokus loh nggak sambil pegang HP”.
“Oh… Hari ini aku sudah memasak makanan dengan sungguh-sungguh, menunya sudah beda lho dengan yang kemarin.
Dengan selalu melakukan yang terbaik sama artinya dengan kita memuaskan diri sendiri, memberikan penghargaan kepada diri sendiri.

Ketiga, mulailah dari diri sendiri dengan memberikan contoh yang baik kepada suami dan anak dalam memberikan apresiasi.
Ucapkan terimakasih kepada suami yang telah berlelah-lelah seharian bekerja mencari nafkah.
Ucapkanlah terimakasih kepada anak yang telah membersamai hari-hari kita dengan penuh kegembiraan.

Untuk suami
Meskipun kebanyakan kaum lelaki kurang pandai memberikan apresiasi dalam bentuk kata-kata, tidak ada salahnya mulai belajar memberikan pujian yang positif atas apa yang dilakukan istri dirumah. Tidak perlu seperti pujangga yang pandai berpuisi, cukup dengan satu kata “terimakasih”, “enak”, “joos”, istri sudah pasti kliyengan saking senangnya. Ingat.. Ingat senangnya istri, bahagianya istri adalah salah satu penentu adem ayemnya rumah.

Untuk anak-anak
Ajarkan sejak dini kepada anak untuk memberikan apresiasi atas bantuan atau pemberian yang telah dia terima.
“Terimakasih Ibu sudah memasak untukku hari ini”.
“Terimakasih Ayah sudah membelikan mainan”.
“Terimakasih Titi sudah menemaniku bermain”.
Dan yang tidak kalah penting adalah, orangtua juga memberikan apresiasi atas yang telah dilakukan anak.
“Terimakasih Kakak sudah mau berbagi mainan dengan Adik”.
“Terimakasih Adik sudah menghabiskan makanannya! “.
Dengan mengajarkan dan memberikan contoh cara mengapresiasi orang lain, diharapkan anak akan terbiasa memberikan apresiasi kepada orang lain sebagai bentuk rasa terimakasih.

Sebagai manusia tidak ada salahnya kok kita meminta apresiasi atas apa yang telah kita lakukan. Bukan karena kita tidak ikhlas dan meminta imbalan, tetapi apresiasi atau penghargaan terkadang memberikan suntikan semangat atas rutinitas yang kita lakukan setiap hari. Satu hal yang perlu diingat, kita juga jangan pelit memberikan apresiasi kepada orang lain. Kalau kita saja senang diberikan apresiasi, orang lain juga pasti senang. Dan kita juga harus terus belajar bahwa ada atau tidaknya apresiasi tidak akan memengaruhi kinerja kita, karena sesungguhnya apapun yang kita lakukan manfaat pertamanya untuk diri kita sendiri sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah Swt.
Kudus, 08 Juli 2018

#Day
#Odopfor99days2018
#Catatanhati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keinginan vs Kebutuhan

Sudahkah Memeluk Anak Hari Ini?

Belajar Berhitung 1 -5