Membentuk Habits Baik antara Kemauan dan Kemampuan : Review Buku How To Master Your Habits

Saya percaya tidak ada yang “kebetulan” terjadi dalam hidup kita. Setiap hal sekecil apapun sudah diatur oleh Allah yang Maha Mengatur. Saat saya sedang butuh latihan untuk membentuk kebiasaan baru yang baik untuk diri saya sendiri dan anak-anak, Allah mempertemukan saya dengan sebuah buku yang berjudul “How to master your Habits” karya Ustadz Felix Y. Siauw. Buku yang saya temukan saat “mengobrak-abrik” koleksi teman yang akan pindahan. Saya mendapatkan banyak pembelajaran yang penting dalam membentuk habits baru dari buku ini.



Apa itu Habits

Habits adalah segala sesuatu yang kita lakukan otomatis dan seringkali kita melakukannya tanpa berpikir.

Habits itu suatu aktivitas yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi bagian dari diri kita.

Habits itu ibarat autopilot  yang mengendalikan diri kita ,menentukan bagaimana kita merespon terhadap suatu kondisi tertentu.

Simplenya diri kita itu adalah gabungan dari beberapa habits, baik yang baik maupun buruk. Habits itulah yang menentukan “nilai” kita, yang membentuk kepribadian kita di mata orang lain, yang membuat kita berharga di hadapan diri sendiri maupun orang lain.

Kita dikenal sebagai orang yang disiplin ya karena kita selalu datang tepat waktu dalam memenuhi janji atau selalu mematuhi peraturan yang berlaku. Sebaliknya kita dikenal sebagai seorang pemalas, ya karena kita selalu menunda-nunda pekerjaan atau menyelesaikan pekerjaan tidak tepat waktunya.

Habits sudah terinstal dalam diri kita karena pendidikan dan pembiasaan masa kanak-kanak dan pengalaman masa lalu. Nah...Kalau habits sudah ada dalam diri kita, sudah menjadi program dalam diri kita, terus buat apa dong kita membentuk habbits?

Ya karena habits yang ada dalam diri kita itu belum tentu baik belum tentu sesuai dengan ajaran agama maupun norma sosial.

Terus bagaimana dong membentuk habits yang baik?

Habits adalah pengulangan aktivitas dalam jangka waktu tertentu maka semakin banyak satu aktivitas diulang dalam jangka waktu yang lama maka habits akan semakin kuat.

Oleh karena itu, ada dua faktor yang menentukan terbentuknya habits. Yaitu, practice (latihan) dan repetition (pengulangan) yang tentu saja dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Latihan berfungsi menentukan apakah aktivitas yang akan dilakukan sudah benar atau belum, tepat sasaran atau tidak. Sedangkan pengulangan akan menyempurnakan nya. Seperti sebuah ungkapan “Practice makes right, repetition makes perfect”.

Tidak ada proses yang instan dalam membentuk habits. Kuncinya adalah repetisi dan itu membutuhkan waktu. Dengan repetisi kita akan menanamkan suatu memori (ingatan) pada tubuh kita sehingga memori ini akan dieksekusi secara otomatis berdasarkan kondisi tertentu.

Menginstal habits sama dengan menginstal program di komputer, awalnya lama dan sulit namun lama-kelamaan akan mudah dan membantu. Ibarat membangun jalan yang tidak pernah dilalui, yang penuh dengan semak belukar, awalnya akan sulit dilalui karena penuh rumput dan jalannya yang tidak rata. Tapi ketika setiap hari dilewati maka jalan itu akan semakin mudah untuk dilalui karena rumputnya sudah tidak ada dan jalannya juga semakin rata. Begitulah membentuk sebuah habits yaitu dari pengulangan aktivitas tertentu.

Nah masalahnya bagaimana habits bisa terbentuk bila kita tidak mau melakukan aktivitas tertentu?

Maka dari itu penting sekali untuk mengetahui tujuan atau manfaat dari aktivitas yang kita lakukan atau istilahnya AMBAK (apa manfaatnya bagiku) sehingga kita punya motivasi yang kuat untuk melakukan sebuah aktivitas. Motivasi ini bisa berupa kepuasan diri, eksistensi diri, ingin dihargai orang lain dan tentu saja motivasi yang utama dan terutama karena Lillahi Ta’ala.

Lalu berapa lamakah untuk membentuk sebuah habits?

Para ilmuwan dan peneliti berpendapat bahwa butuh waktu 21 hari untuk melatih satu habits yang baru. Ada lagi yang berpendapat 28-30 hari bahkan ada yang 40 hari.

Ada 3 langkah-langkah membentuk habits baru:

  1. Memulai dari yang kecil.
Mulailah habits baru kita dengan hal-hal kecil terlebih dahulu, mematok target yang terlalu tinggi hanya akan menghasilkan rasa jenuh dan putus ditengah-tengah.

Misalnya, habits yang ingin dibentuk adalah membaca, maka mulailah dengan membaca buku 10 menit sehari atau 10 lembar per hari.



Mematok target besar cenderung gagal, dan lagipula, apabila telah terbiasa, kita akan menaikkan secara otomatis jumlahnya.

2. Temukan tempat habits
Untuk melatih sebuah habits, maka kita harus menyisipkan habits itu pada habits lain yang telah solid (sudah jadi).

Kuncinya adalah kata “setelah"

Misalnya, saya akan membaca setelah sholat shubuh atau saya akan membaca setelah mandi sore dan sebagainya.

Menyisipkan kata “setelah” membuat habits terotomatisasi oleh waktu sebagai pemicunya, ada trigger, dengan kata setelah.

3. Berlatihlah terus
Pada awalnya mungkin akan sering lupa melaksanakan habis baru maka buatlah pengingat dimana-mana tempat biasa kita beraktifitas.

Bisa menempel di atas wastafel di dapur, di kamar tidur atau di tembok yang sering kita lewati bisa juga meminta tolong suami atau orang terdekat untuk selalu mengingatkan tentang habits yang akan kita latih.

Dan ingat untuk melakukan SETIAP HARI!

Tentu saja tidak mudah untuk membentuk sebuah habits baru karena pasti akan selalu ada rintangannya. Godaan itu seringkali datang dari diri kita sendiri, seperti sebuah ungkapan, “Musuh terbesar adalah diri kita sendiri".  

Ada beberapa jenis godaan yang membuat kita berhenti melakukan habits baik yaitu,

PERTAMA, teknik favorit yaitu dengan kata “mendingan” yang biasanya dirangkai dengan kata “daripada”. Dengan kata “mendingan", secara tidak sadar kita membandingkan diri kita dengan keadaan yang lebih buruk daripada kita, sehingga mencukupkan diri pada hal buruk hanya karena ada yang lebih buruk dari kita.

Misalnya, “Sudahlah, berhenti nulis aja, mendingan aku sudah coba nulis, yang lain bahkan belum pernah.
Atau, “mendingan saya sudah baca buku walau cuma pengantar dan kesimpulan, daripada nggak baca sama sekali".

KEDUA, menggunakan frasa “yang lain juga begitu”. Tugas frasa ini sama, yaitu membuat kita merasa less quilty, merasa “lebih tak bersalah" saat kita melakukan sesuatu yang dibawah standar kebaikan,  hanya karena yang lain juga melakukan hal yang sama.

Misalnya, “Ah, nggak papa deh nggak pakai helm, yang lain juga begitu kok!
Atau, “Ah, nggak papa terlambat, yang lain juga gitu kok!

KETIGA,  frase “sekali inii aja”. Frase ini biasa muncul saat habits kita sudah mulai solid.

Misalnya, seseorang yang telah berkomitmen membaca Al-Qur’an selepas sholat shubuh dan mahgrib. Dia telah berhasil membentuk kebiasan baru secara konsisten selama 21 hari. Di hari ke 22 dia merasa lengah dan berkata, “Aku kan sudah cu kup serius dalam melaksanakan habits baruku, lagipula hari ini aktivitasku sangat padat, dan tidurku kurang nyenyak, sekali inii aja nggak baca Al-Qur’an kan nggak ada masalah”.

Jika frasa “sekali ini saja" diperturutkan, niscaya akan ada frasa lanjutannya yaitu, “yang terakhir ini saja deh". Nah...Bila sudah begini maka akan sulit untuk kembali melanjutkan habits yang telah kita bentuk.

Pada akhirnya setiap hal baik yang ingin kita lakukan akan selalu menemui tantangan. Pun saat kita ingin membentuk habits baru yang baik. Namun, sekali lagi Allah memberikan kita pilihan untuk menjadi pribadi yang “biasa saja" atau pribadi yang “istimewa". Kuncinya bukan pada kata “mampu” atau “tidak mampu" tetapi pada kata “mau" atau “tidak mau". Semoga Allah memampukan kita berubah menjadi pribadi yang istimewa dihadapan-Nya. Aamiin
Kudus, 22 Maret 2018

#Day17
#ODOPfor99days2018
#Rangkumanbuku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keinginan vs Kebutuhan

Sudahkah Memeluk Anak Hari Ini?

Belajar Berhitung 1 -5