Bahagia Walau Tanpa THR


Sebanyak Rp. 95,8 milyar digelontorkan PT Djarum untuk membayar THR para karyawannya. Begitu isi sebuah berita. Sebagai seseorang yang tidak pernah lagi menerima THR saya hanya bisa tersenyum kecut. Banyak ya... Ya iyalah karyawan Djarum juga banyak. Tapi ikut senang lah buat mereka. Pasti rasanya bahagia sekali bisa menerima uang THR dan membelanjakannya untuk keluarga tercinta.

Dulu, saya juga pernah menerima THR. Terakhir 7 tahun yang lalu. Saat masih bekerja. Senang sekali dapat THR. Seperti dapat uang tambahan, yang bisa untuk belanja kebutuhan menjelang hari raya. Setelah menikah dan tidak lagi bekerja, otomatis THR hanya sekedar mimpi. Karena, meskipun dapat uang belanja dari suami rasanya tetap berbeda.

Awalnya saya sedikit  jetlag, saat pertama kali hari raya tanpa THR. Rasanya ada yang hilang karena nggak pegang uang sendiri buat belanja kebutuhan hari raya. Sedih bercampur nelangsa. Apalagi suami termasuk tipe yang nggak terlalu heboh menyambut hari raya. Biasa aja, lempeng. Semua itu bukan tanpa alasan. Beliau yang wiraswasta justru menjelang hari raya harus keluar uang banyak untuk memberi THR dan parcel para koleganya. Dan, mau tidak mau saya harus mengerti, memahami dan menerima. Meskipun awalnya saya sendiri juga nggak terima, masak keluarga sendiri dilupakan begitu batin saya.

Hari-hari setiap orang sibuk membelanjakan uang THR nya, kami pun juga sibuk. Mencari THR dan beragam isi parcel. Menyusuri setiap minimarket yang menawarkan harga diskon untuk produk biskuit. Dulu, kami harus pindah dari satu minimarket ke minimarket yang lain demi mendapatkan barang yang murah. Tidak boleh beli langsung banyak, jadi harus nyicil sedikit demi sedikit. Mengelilingi kota Kudus bahkan Demak. Sekarang, kami memilih mendatangi satu supermarket besar di awal ramadhan yang biasanya memberi harga diskon. Di sini, kami harus berjuang menyibak keramaian orang yang juga berburu diskon. Antri berjam-jam saat membayar. Capek tapi seru, bahagianya luar dalam. Apalagi saat membayangkan bahagianya orang yang  menerima parcel dari kami. Hal ini menjadi ritual kami setiap tahun. 

Anak-anak juga sangat menantikan moment ini. "Mama kapan kita beli parcel?", tanya Raisa saat Ramadhan tiba. Bahkan Raisa juga sangat antusias membantu membungkus parcel. Yang tak kalah seru adalah membagikan parcel pada para kolega ayah yang tidak hanya berada di Kudus tapi juga di Jepara. Inilah saat kami jalan-jalan seru sembari buka puasa di jalan.

Raisa membantu Ayah membungkus parcel

Kebahagiaan saya sekarang berganti. Dari mendapat dan membelanjakan THR menjadi memberi dan membelanjakan orang lain THR. Kadang-kadang memang kita perlu “dipaksa” untuk merasakan kebahagiaan dari sisi yang berbeda. Awalnya memang berat, ada rasa sedih dan merasa paling menderita sedunia. Nyatanya saya mampu melewati itu semua. Karena kebahagian itu berdasar persepsi kita, bukan pada kejadian yang melekat padanya. So, tetap berpikir positif terhadap apapun yang terjadi. Bahkan jika itu tidak sesuai dengan keinginan kita. Bisa jadi itulah sumber kebahagian kita. Semoga Allah selalu mencukupkan rasa bahagia kita. Aamiin
Kudus, 19 Juni 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keinginan vs Kebutuhan

Sudahkah Memeluk Anak Hari Ini?

Belajar Berhitung 1 -5