Perjalanan Menaklukkan Tantangan Diri

“Semua Guru Semua Murid". Tagline dari RANGKUL yang digagas oleh Najeela Shihab yang menjadi bahasan kami di group WA. Dan saya sangat sepakat dengan tagline diatas. Sebagai sesama ibu (kebetulan WA group nya mamah-mamah), saya yakin bahwa masing-masing kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda menakhlukkan tantangan sebagai seorang ibu. Setiap orang memiliki medan perangnya sendiri dan berjuang untuk menjadi pemenangnya. Sehingga.ungkapan itu sangatlah tepat, bahwa setiap ibu adalah guru sekaligus murid yang saling belajar dan mengajar.

Dan saya percaya bin yakin bahwa guru dari segala guru adalah Allah SWT. Allah lah pendidik utama, yang membimbing dan menunjukkan jalan setiap hambanya untuk menjalankan perannya dengan baik, salah satunya peran sebagai orangtua.

Saat saya merasa sangat frustasi ketika berulangkali melakukan kesalahan yang sama kepada anak-anak. Kesalahan yang terus berulang, padahal tahu kalau itu salah dan tidak baik. Kesalahan itu adalah marah-marah, mengomel dan bahkan saya juga pernah beberapa kali mencubit anak saat saya benar-benar tidak bisa mengontrol emosi. Saya masih ingat malam-malam yang saya habiskan dengan tangisan sambil memandang buah hati saya yang sedang terlelap. Merasakan rasa bersalah yang tak berujung dan tak berguna. Di saat itulah saya bersimpuh, memohon dengan sangat kepada Allah agar saya diberi petunjuk dan kekuatan agar menjadi ibu yang mampu mengelola emosi.

Sebagai bentuk ikhtiar memperbaiki diri selain berdo’a, saya membaca berbagai buku parenting dan pengembangan diri khususnya mengenai pengelolaan emosi dan berpikir positif. Dengan kondisi saat ini (yang belum memungkinkan saya mengikuti kegiatan seminar atau workshop), saya harus cukup puas hanya dengan membaca buku atau artikel di internet. Alllah Maha Baik menunjukkan satu persatu buku yang harus saya pelajari dan saya baca, “mempertemukan” saya dengan orang-orang yang kompeten dalam bidang pengembangan diri khususnya pengelolaan emosi.



Buku lama yang menghiasi rak huku saya buka kembali. Buku tentang berpikir positif karya Dr. Ibrahim Elfiky.Beberapa bulan saya fokus membaca buku itu, saya pelajari satu persatu halamannya, saya rangkun di buku catatan dengan tuliasan tangan berharap ilmu dalan buku tersebut akan tinggal lebih lama dalam ingatan dan mampu saya praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari buku ini saya mendapat point penting bahwa saya tidak mungkin dapat mengendalikan setiap keadaan, tapi saya dapat mengendalikan pikiran saya, pikiran yang positif akan menghasilkan perbuatan dan hasil yang positif. Beberapa strategi berpikir positif yang saya pakai adalah startegi mengubah konsentrasi yang telah saya coba praktekkan adalah , Stategi hasil yang positif, Strategi redifinisi, Strategi orang lain, Strategi mengubah konsentrasi, Strategi pembagian, Strategi nilai luhur, Strategi alternatif dan Strategi otogenik.

Lalu entah bagaimana saat stalking medsos saya  dipertemukan dengan sebuah akun yang membahas tentang pengelaan emosi dan komunikasi postifi dengan anak. Dalam sharingnya beliau selalu mengatakan tentang “Enlightening Parenting". Karena penasaran saya buka website dan berbagai info tentang EP. Sampai akhirnya saya tahu ada info tentang penjualan bundel buku EP. Meskipun saya sangat ingin mengikuti pelatihannya, tapi sekali lagi  untuk saat ini, saya harus cukup puas membaca bukunya terlebih dahulu. Hanya dalam waktu satu jam inti buku tersebut dapat saya baca. Tapi saya tidak ingin hanya membacanya, tapi juga mempraktekkan isinya terutama untuk memperbaiki diri saya saat ini.

Menurut buku EP, hal pertama yang harus saya lakukan adalah mengelola emosi saya sendiri. Saya tahu ada yang salah dalam diri saya, dan ini berkaitan dengan pengelolaan emosi. Saya merasa begitu mudah tersulut kemarahan bahkan oleh hal-hal kecil yang dilakukan oleh suami dan anak-anak. Jujur saja ini bukan kondisi yang saya suka karena saya merasa sangat tersiksa. Marah pada diri sendiri karena diri tidak kunjung membaik, sedih karena menyakiti orang-orang tersayang.

3 hal yang saya pelajari berkaitan dengan pengelolaan emosi diri yang perlu dipraktekkan dari buku EP, yaitu selesaikan emosi diri sendiri, caranya :
  1. Mengelola emosi sendiri, dengan cara :
  1. Melepaskan diri dari jeratan emosi
  2. Mengubah “limiting belief"
  3. Framing dan Reframing
  4. Melatih konfisi penuh sumber daya
  5. Memaafkan
  1. Mengelola emosi anak

Kasih sayang Allah masih berlanjut. Dalam diskusi WAG yang saya ikuti, seorang teman berbagi artikel tentang pengelolaan emosi yaitu ilmu memeluk anak saat kita marah. Jadi, saat marah dengan anak, peluk saja si anak supaya rasa marah tergantikan dengan rasa.sayang maka perlahan kemarahan kita akan mereda. Satu teman lain menanggapi, dia mengikuti workshop dan mendapat tips meredam marah, yaitu tarik napas perut dalam - dalam dan ngomelnya dengan berbisik-bisik.

Dilain hari saya membuka kembali buku terbitan IHF yang berjudul “Pengendalian Emosi Anak", dan ternyata buku itu juga pas untukku belajar mengendalikan emosi. Didalam buku itu dijelaskan tentang struktur otak manusia, ada bagian neokorteks, limbik dan batang otak. Untuk mempermudah pemahaman, kepalkan seluruh jaritangan dengan ibu jari diselipkan dibawah keempat jari lainnya. Empat jari yang dikepalkan adalah neokorteks, ibu jari yang diselipkan adalah limbik dan bagian lengan adalah batang otak/otak reptil. Bagian neokorteks membuat otak kita bisa berpikir dan beranalisa. Limbik adalah bagian otak yang pertama menerima informasi dari tubuh, dipengaruhi oleh emosi yaitu emosi positif dan emosi negatif. Bagian terakhir adalah otak reptil yang berguna untuk mengatur napas dan metabolisme tubuh lainnya. Namun otak reptil juga dapat membuat manusia berkelakuan seperti hewan  karena mempunyai perilaku “menyerang, siaga dan lari".

Nah kenapa penting banget mengetahui bagian-bagian otak, supanya kita tahu bahwa sebenarnya otak memiliki potensi yang baik sekaligus potensi buruk tugas kita adalah mengendalikannya. Jika informasi yang masuk kedalan otak kita terima dengan emosi negatif maka yang akan bekerja dominan adalah otak reptil dengan cara menyerang, siaga atau lari. Misal saat ada orang yang mengatakan bahwa anak kita kurus, saat informasi itu kita terima dengan emosi negatif yang terjadi adalah marah pada orang tersebut dengan berkata kasar. Namun sebaliknya jika informasi itu diterima dengan emosi positif, mungkin kita akan tenang saja tersenyum lalu mulai menganalisa dan mencari solusi supaya anak-anak tetap sehat meskipun badannya kurus.

Menurut buku ini ada 5 cara untuk melatih otak menjadi pemenang, yaitu:
  1. Berlatihlah mengubah emosi negatif menjadi emosi positif. Caranya dengan membayangkan hal-hal yang kita sukai. Letakkan kedua tangan ditempat amygdala berada yaitu di bagian pelipis kiri dan kanan sedikit di depan kedua telinga. Pejamkan mata. Bayangkan hal-hal yanh sebelumnya tidak kita sukai lalu perlahan-lahan gantilah bayangan itu dengan hal-hal yang kita sukai. Misalnya, saya tidak menyukai rumah yang berantakan maka saya ganti dengan membayangkan rumah yang tertata rapi.
  2. Pilihlah informasi yang baik untuk otak.
  3. Bermain dengan riang dan gembira.
  4. Bersikap tenang.
  5. Berlatihlah agar neokorteks dapat mengendalikan limbik dan reptil untuk bekerjasana dengan baik. Dengan menggunakan konsep STAR oleh Jefferson Center for Character Education, USA merupakan singkatan dari STOP, THINK, ACT, REVIEW.Ada juga cara yang dikembangkan oleh Heartmath Institute yang disebut “Freeze-Frame". Caranya yaitu,
  • Tahap 1. Kenali perasaan yang timbul ketika ada suatu isu atau masalah.
  • Tahap 2. Seolah-olah bernapas menggunakan jantung (Heart Breathing) untuk menetralkan emosi dan membantu agar bisa memisahkan diri dari is tang dihadapi.
  • Tahap 3. Aktifkan perasaan positif dengan sepenuhnya dan ikhlas.
  • Tahap 4. Bertanya. Pads diri sendiri sikap dan tindakan apa yang paling menguntungkan, efektif dan efisien yang dapat diambil untuk membantu menyelesaikan masalah.

Untuk saat ini tampaknya ilmu atau teorinya sudah sangat cukup tentang pengendalian emosi. Agar tidak terjadi tsunami ilmu langkah selanjutnya adalah praktek sampai saya menemukan metode yang paling tepat untuk saya.
Membaca….menulis...praktek...menulis hasilnya...dan semakin baik setiap hari. Aamiin. Semangat!!!
Kudus, 29 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keinginan vs Kebutuhan

Sudahkah Memeluk Anak Hari Ini?

Belajar Berhitung 1 -5