Suami Pilihan Allah

Curhatan mamah-mamah kalau ketemu pasti seputar anak-anak, suami dan masak memasak. Kali ini tentang suami.



Mama 1 : Alhamdulillah kalau suamiku tuh mau bantuin pekerjaan rumah, nyapu, ngepel, nyuci baju, jemur baju, buang sampah deelel...
Mama 2 : Waah..kalau suamiku mana mau seperti itu, tapi dia mau lho bantuin aku masak dan masakannya lebih enak dari masakanku.
Mama 1 : kalau suamiku mau si bantuin masak, tapi goreng telur aza gosong…
Mama satu lagi curhat…
“suamiku tuh kalau di suruh sholat ntar-ntar, apalagi kalau suruh ke masjid alasannya banyak banget, padahal tuh ya...kita kan pinginnnya punya suami yang rajin ibadahnya, jadi imam yang baik buat kita. Tapi sebenarnya dia juga baik, sering kasih diskonan buat pesenan teman, katanya nggak papa bisa bantu meringankan dikit-dikit".

Wkk...wk...tawapun pecah, menyadari bahwa masing-masing suami kita memilki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

Suami, saya percaya adalah seseorang yang dihadirkan Allah untuk melengkapi segala kekurangan kita. Jadi bisa jadi kalau kebutuhan masing-masing orang sangat berbeda. Tergantung apa yang dibutuhkan si istri dan kekurangan yang dimiliki si istri. Seperti halnya cerita di atas bahwa masing-masing suami memiliki kelebihannya masing-masing.

Suami mungkin tidak romantis tapi dia telaten ngurus anak-anak, sebaliknya ada suami yang sangat romantis tapi tidak bisa urus anak-anak.
Suami mungkin masih belum sempurna ibadahnya, tapi dia sangat dermawan membantu teman.

Apapun kondisi suami, dia adalah pemberian Allah yang patut disyukuri. Saya yakin tidak ada suami sempurna di dunia ini, yang ada adalah suami yang terus berbenah diri menjadi imam yang baik. Sama halnya dengan diri kita juga tidak sempurna sebagai istri. Adanya suami adalah untuk melengkapi diri kita, kekurangan kita. Kelebihan suami untuk menutup kekurangan kita. Kelebihan kita untuk menutup kekurangan suami. Saling berjalan beriringan, bergandemgan tangan, menyemangati satu sama lain untuk terus bersama-sama memperbaiki diri. Menjadihamba yang jauh lebih baik dihadapan Allah sampai saatnya waktu pertanggungjawabam itu tiba. Adanya kita menikah bukan karena kita sudah sempurna, namun justru dengan menikah kita menyempurnakan diri kita,menggenapkan setengah dien (agama) kita,menyempurnakan akhlak kita.

Kita yang sebelumnya egois, dengan menikah “dipaksa” untuk belajar bertoleransi, menghargai pendapat dan sudutpandang yang berbeda dari pasangan.

Kita yang sebelumnya hanya berfokus pada tujuan, dengan menikah “dipaksa” untuk belajar menikmati dan mensyukuri setiap proses perjalanan hidup.

Kita yang sebelumnya kurang sabar, dengan menikah,“dipaksa” untuk belajar sabar menghadapi segala kondisi, kelebihan dan kekurangan pasangan.

Kita yang sebelumnya nggak dekat sama Allah, dengan menikah “dipaksa” dekat dengan Allah, karena hanya kepada Nya lah kita bermohon diberi petunjuk dan dikuatkan dalam menghadapi tantangan pernikahan.

Kita yang tadinya pemalas, dengan menikah “dipaksa” untuk rajin, mau nggak mau harus mau menggerakkan tubuh untuk segala urusan rumah tangga.

Kita yang tadinya asal ngomong, dengan menikah “dipaksa” untuk belajar berkomunikasi yang baik agar tidak terjadi misskomunikasi dengan pasangan.

Kita yang tadinya hanya ingin dilayani, dengan menikah “dipaksa” belajar untuk melayani pasangan.

Jadi benarlah adanya bila menikah itu menggenapkan setengah dien (agama) kita. Bukankah agama diciptakan untuk menyempurnakan akhlak? Dengan menikah harusnya kita menjadi lebih baik akhlaknya, baik istri maupun suami. Dan seyogyanya perbaikan itu dimulai dari diri sendiri, bukan sebaliknya menuntut pasangan untuk memperbaiki diri. Saat kita berubah lebih baik, insyaallah pasangan juga akan berubah menjadi lebih baik. Berubah itu Mengubah.
Kudus, 22 April 2018

#Day
#Odopfor99days2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keinginan vs Kebutuhan

Sudahkah Memeluk Anak Hari Ini?

Belajar Berhitung 1 -5