Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Masih berlatih memakai baju sendiri

Masih berkutat melatih kemandirian Raisa memakai baju sendiri. Dalam sehari Raisa bisa berganti baju 3- 5 kali. Setelah mandi pagi, setelah makan, setelah bermain, setelah mandi sore dan sebelum tidur. Ada banyak moment untuknya berlatih melepas dan memakai baju sendiri. Dari sekian banyak moment melatih kemandiriannya memakai baju sendiri, dari 5 moment itu tidak semua Raisa melakaknnya sendiri. Biasanya hanya 3 moment saja yang dia dengan suka hati melakukannya. Sisanya biasanya tetap minta tolong, terutama setelah selesai mandi, bebarengan dengan adiknya. Sekarang Raisa lebih terampil melepas baju dan memakai baju sendiri, bahkan jika bajunya terbalik pun Raisa bisa membaliknya sendiri. Tetap berlatih ya sayang... Kudus, 27 Februari 2017 #level2 #melatihkemandirian #kuliahbunsayiip

Melatih kemandirian ketrampilan hidup (merapikan mainan)

Salah satu tantangan melatih kemandirian Raisa adalah melatihnya merapikan mainan sendiri selepas bermain. Seringkali Raisa lupa untuk merapikan mainannya setelah bermain. Ambil satu mainan, belum dirapikan dan langsung mengambil mainan yang lain. Namun saya sering mengatakan padanya "ayo ca, rapikan dulu mainannya, baru ambil mainan yang lain ya". Awalnya dia enggan, namun saya sampaikan bahwa belum boleh ambil mainan yang lain, kalau mainannya belum dirapikan. Dan mau tidak mau dia akan mulai merapikan mainannya. Seperti hari ini, Raisa minta bermain peran jual beli es krim. Dia penjualnya, saya dan adiknya sebagai pembelinya. Tak lama berselang, dia mulai bosan dan meminta menggambar  dibuku. Oke kita rapikan dulu ya. Dan Raisa mulai bernyanyi "rapi...rapi...rapikan mainan bersama2, rapikan mainanmu...rapikan mainanmu". "Ayo ma, bantuin ma". Raisa akan dengan senang hati merapikan mainannya, jika saya turut serta membantunya Diusianya saat ini, Rai

Melatih kemandirian ketrampilan hidup (memakai baju sendiri)

Diusianya saat ini, Raisa (3y4m) sebenarnya sudah mampu memakai baju sendiri. Namun semenjak adiknya lahir, seringkali Raisa bertingkah seperti adik bayi lagi. Misalnya ya dalam memakai baju. Sebelumnya dia akan senang hati memakai baju sendiri, sekarang seringkali ia minta dipakaikan baju seperti adik yaitu memakai baju sambil tiduran. Hal ini menjadi dilematis untuk saya, disatu sisi, Raisa ingin dimanja dan diperhatikan, disisi lain, ini seperti mengulang pembelajaran yang sebenarnya dia sudah lulus. Seperti sore ini, selepas mandi dan setelah saya selesai memakaikan baju untuk adiknya, Raisa juga minta tolong dipakaikan baju oleh mama. "Mama tolong ma, ca mau dipakaikan celananya"  dan saya mulai bernyanyi "kakak Raisa sudah besar, bisa pakai celana sendiri, bisa pakai baju sendiri" . Raisa tersenyum-senyum mendengar nyanyian saya dan dia mulai memakai celananya sendiri. Setelah selesai memakai celana, saya berikan apresiasi untuknya "masyaAllah, kakak bi

Melatih kemandirian ketrampilan hidup (makan sendiri)

Bagi saya, melatih kemandirian ketrampilam hidup untuk Raisa (3y4m) sama artinya dengan melatih rasa percaya saya pada Raisa, percaya bahwa dia mau, mampu dan bisa melakukannya. Selain itu, juga melatih saya untuk memandang Raisa sebagai anak usia 3 tahun yang sedang belajar, bahwa saya tidak boleh menargetkan kesempurnaan tanpa cela padanya, bahwa membuat kesalahan pada proses belajar itu sangat amat wajar. Jadi, saya harus berdamai dengan diri saya sendiri dan menaruh kepercayaan penuh pada Raisa bahwa ini adalah proses belajarnya. Setiap kali akan melatihkan kemandirian ketrampilan hidup pada Raisa, seperti makan sendiri, itu artinya saya harus siap dengan makanan yang berceceran, tangan dan mulut yang belepotan, baju yang kotor dengan kuah, dan lantai yang kotor. Saya selalu berusaha meyakinkan diri saya, bahwa ini adalah proses belajar Raisa, ini penting untuknya, keriwehan ini bisa saya atasi dengan mudah. Seperti malam ini, setelah bepergian kami mampir membeli mie ayam untu

Aliran rasa komunikasi produktif

Komunikasi produktif atau saya lebih mengenalnya sebagai komunikasi efektif sesungguhnya bukan hal baru buat saya. Dulu...saat masih bekerja menjadi guru PAUD, materi ini sering saya terima dan praktekkan bersama dengan teman2.  Namun, bukan berarti setelah menikah dan dikaruniai anak komunikasi produktif lantas menjadi mudah saya praktekkan. Kenyataannya, berbicara dengan nada suara tinggi, berbicara dengan kata2 negatif masih sering saya lakukan. Menerima kembali materi komunikasi produktif di kelas bunda sayang, seolah menjadi angin segar untuk saya berubah menjadi lebih baik sebagai individu, istri dan ibu. Kalau hanya membaca materi, meskipun sudah saya baca berulang2, saya yakin akan menguap begitu saja. Yang paling menyenangkan dan mencerahkan adalah membuat narasi dari praktek komunikasi produktif yang sudah dilakukan. Nah...disinilah tantangannya, setiap hari saya harus memperhatikan dengan jeli komunikasi yang saya lakukan, sudah sesuai atau belum dengan kaidah komunikasi

Ayo sama-sama belajar...

Setelah 10 hari lebih mendapatkan materi komunikasi produktif dan mencoba mempraktekkannya sehari2 bersama anak dirumah, baru kemarin malam saya share ilmu ini dengan suami. Bukan karena tidak mau berbagi, tapi lebih karena saya ingin mempraktekkannya terlebih dahulu supaya ketika saya share dengan suami beliau bisa melihat apakah ada perubahan pada diri saya atau tidak. Karena menurut saya ini hal yang penting dan tidak bisa disampaikan sembarang waktu, maka saya memilih waktu yang tepat (choose the right time). Dan malam itu waktu yang tepat menurut saya, saat anak2 sudah terlelap tidur, dan kami sedang berdiskusi ringan di ruang tamu. Saya dekati suami yang sedang asyik dengan hpnya, lalu saya sampaikan "yah, aku masih ikut kuliah iip yang dulu aku ceritaiin itu lho, ini ada lanjutannya, materinya tentang komunikasi produktif". "ya" jawab singkat suami. " "ini materinya yah" aku sodorkan hp ku padanya. Suami hanya membaca sekilas. Lalu saya t

Perintah vs pilihan

Raisa sudah memiliki kemauannya sendiri. Mau mandi, mau pakai baju, mau makan, mau main apa semua dia tentukan sendiri. Mau mandi misalnya, harus ditawarkan lebih dahulu, "mau mandi sekarang atau nanti ca?". Selesai mandi " bajunya mau diambilkan mama atau ambil sendiri" "dibantu mama atau pakai sendiri"'. Saat makan "mau makan sendiri atau disuapin mama". Saat main"mau main apa hari ini?" Memberi pilihan untuk setiap kegiatan yang dilakukannya, pasti juga memberi konsekuensi, baik untuk Raisa maupun untuk saya. Saat dia memilih mandinya nanti saja misalnya (agak siang dikit), mandinya ya pakai air dingin, kalau masih pagi ya dengan air hangat. Dia sudah paham dengan ini, "pakai air dingin ya mama, karena mandinya gak sama2 adik ya ma"' . Saat dia memilih baju sendiri misalnya, konsekuensinya lebih banyak ke saya, karena harus siap2 dengan baju atasan dan bawahan yang tidak matching ( gak apalah sekarang kan tre

Keep calm

Pertengkaran2 kecil sering terjadi antara suamiku dan aku. Kebanyakan sih karena salahku yang sering terlanjur emosi (marah). Sumbu marahku sangat pendek, mudah sekali tersulut. Allah Maha Baik memberiku suami yang sangat...sangat sabar. Saat aku mulai marah, beliau hanya diam saja, menunggu emosiku mereda. Seperti pagi ini, selepas sholat shubuh adalah waktu "me time" ku, biasa aku gunakan untuk stalking sosmed atau menulis. Saking asyiknya,  aku lupa bahwa sudah saatnya membuat kopi untuk suami. Sampai terdengar suara kompor dinyalakan. Perasaanku campur aduk, antara merasa bersalah dan merasa terganggu karena keasyikanku menulis harus terhenti. "Ayah lagi apa?" "Gak papa" jawab suamiku. Nadanya sih sebenarnya biasa saja, tapi karena pikiranku sudah negatif, aku merasa dia marah. Aku mencoba menenangkan diriku sambil melanjutkan aktivitas pagiku. Suasana masih terasa dingin antara kami, dan itu adalah suasana yang paling aku benci. Akhirnya aku sampa

Aku bisa...

Ketika main bersama, Raisa minta dibacakan buku cerita. Saya memintanya untuk bergantian bercerita. "Ayo sekarang gantian Raisa yang bacakan buku cerita buat mama". "Gak mau, gak bisa mama"'. "Bisa, Raisa bisa...ayo dicoba dulu!!" Akhirnya Raisa mencoba membaca buku yang dia pegang, judulnya "Harimau" "Harimau suka melihat burung" "Harimau suka melihat tikus" "Harimau suka melihat ikan" "Harimau sayang teman2nya..eh...salah..sayang adiknya" Saya terharu mendengarnya, Raisa bercerita berdasarkan gambar yang ada dalam buku ceritanya, berbeda dengan isi cerita yang biasa saya ceritakan. "MasyaAllah, Raisa ternyata bisa ya membaca buku cerita". Raisa tersipu mendengar pujian saya. Raisa memang sering berkata "tidak bisa, ngak bisa ma, aku ngak bisa". Misalnya saja saat memakai baju, mengambil suatu barang, atau saat bermain. Menggunakan kaidah komunikasi produktif dengan men

Katakan apa yang kita inginkan...

Diusianya saat ini,  Raisa sangat senang bertanya dan bercerita. Ceriwis sekali, apapun ditanyakan sampai detail, diulang terus menerus. Pun apapun juga diceritakan, saat dimasjid bertemu teman2 dan apa yang disampaikannya pada teman2nya, pengalamannya saat jalan2, ataupun hal2 yang disukai. Saat main, saat mau tidur bahkan saat makan pun dia banyak bercerita. Buat saya sebenarnya tidak masalah, karena itu artinya dia sehat, cerdas, ceria, dan critical thinker. Yang menjadi masalah adalah saat makan. sering saya ingatkan bahwa saat makan harus tenang. Tapi, sering juga dia lupa, dan terus bertanya dan bertanya tentang apapun itu. Seringkali ini menjadi dilema untuk saya, waktu makan adalah waktu untuk fokus menguyah bukan berbicara, tapi disisi lain saya juga tidak ingin memupus antusiasmenya bercerita dan bertanya. Akhirnya, saat makan dan dia mulai berbicara. Saya berusaha fokus berbicara pada diri saya sendiri untuk fokus mengatakan apa yang saya inginkan dan bukan yang tidak